
PEKANBARU – Di ujung timur Indonesia, tersembunyi sebuah mahakarya alam yang telah memikat dunia, Raja Ampat. Dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di planet ini, gugusan pulau-pulau kecil ini bukan sekadar destinasi wisata, melainkan simbol komitmen Indonesia terhadap konservasi dan pembangunan berkelanjutan.
Namun, ancaman nyata kini menghampiri. Empat perusahaan tambang nikel telah memulai aktivitas eksploitasi di wilayah ini, menimbulkan kekhawatiran akan dampak ekologis dan sosial yang tak terukur.
Empat Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat
Empat perusahaan yang telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Raja Ampat meliputi:
1. PT Gag Nikel (PT GN)
Beroperasi di Pulau Gag dengan luas konsesi 13.136 hektare, mencakup hampir seluruh daratan dan perairan pulau tersebut. PT GN awalnya merupakan joint venture antara BHP Billiton dan PT ANTAM, namun sejak 2008, PT ANTAM menguasai sepenuhnya perusahaan ini.
2. PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM)
Memiliki IUP seluas 5.922 hektare di Pulau Kawei, Distrik Waigeo Barat. Perusahaan ini telah beroperasi sejak 2013 dan mendapat izin hingga 2033.
3. PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP)
Menguasai IUP seluas 9.365 hektare di Kepulauan Waigeo dan tambahan 1.167 hektare di Pulau Manuram. Perusahaan ini mulai melakukan aktivitas pertambangan sejak 2010.
4. PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP)
Telah mendapatkan IUP seluas 2.194 hektare di Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele. Perusahaan ini mulai melakukan survei serta pengambilan sampel sejak September 2024.
Kerusakan di Balik Keindahan
Raja Ampat memiliki julukan ‘surga terakhir di bumi’ terkenal karena kekayaan keanekaragaman hayati di darat maupun laut. Perairan Raja Ampat merupakan rumah bagi 75% spesies terumbu karang dunia dan memiliki lebih dari 2.500 spesies ikan. Daratan Raja Ampat memiliki 47 spesies mamalia dan 274 spesies burung.
Di balik keindahan, ada industri nikel yang mengeksploitasi berbagai pulau. Temuan Greenpeace, aktivitas tambang nikel ada di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran.
Ketiga pulau itu termasuk kategori pulau-pulau kecil yang sebenarnya tak boleh ada tambang menurut Undang-undang Nomor 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil.
Selain Pulau Gag, Kawe, dan Manuran, pulau kecil lain di Raja Ampat yang terancam ialah Batang Pele dan Manyaifun. Kedua pulau yang bersebelahan ini berjarak kurang lebih 30 kilometer dari Piaynemo, gugusan bukit karst yang gambarnya terpampang di uang pecahan Rp100.000.
Ekosistem terumbu karang mengalami degradasi karena rusak akibat aktivitas tambang nikel. Pencemaran limbah tambang nikel juga menyebabkan laut tak lagi jernih seperti dahulu.