Singingi – || Dugaan penimbunan solar bersubsidi kembali mencuat di Kabupaten Kuantan Singingi. Kali ini, sorotan mengarah kepada pasangan suami istri berinisial RI dan DI di Desa Sungai Bawang, Kecamatan Singingi. Keduanya disebut mengoperasikan gudang penyimpanan solar dalam jumlah besar, diduga untuk memasok kebutuhan 12 unit truk dump dan dua alat berat milik pribadi, tanpa izin usaha yang jelas.
Hasil konfirmasi lapangan pada Senin (11/08/2025) mengungkapkan, kasir usaha RI/DI secara terang-terangan mengakui bahwa solar di gudang sebagian dijual dan sebagian digunakan untuk usaha milik DI. “Terkait izin, saya tidak tahu,” ujar sang kasir.
Tidak lama setelahnya, kasir tersebut menghubungi pemilik usaha. DI kemudian berbicara langsung kepada wartawan dengan nada tinggi dan sikap menantang.
> “Iya, saya yang punya usaha itu. Mobil truk dump saya ada dua belas unit, ditambah dua alat berat. Emang kamu siapa menanya izin usaha saya? Tidak mungkin alat berat saya tiap kali mau isi solar harus pulang, makanya kami taruh di ruko itu. Ya udah, naikkan aja beritanya,” ucap DI dengan nada arogan.
Kepala Desa Sungai Bawang, Sapto Widodo, A.Md. Kep, saat diminta tanggapan, membenarkan bahwa usaha tersebut milik RI/DI, anak mantan kepala desa SR. Namun, Sapto mengaku tidak mengetahui apakah ada izin resmi. “Kurang tau pak ada atau tidak izinnya, saya juga belum paham siapa yang mengeluarkannya,” katanya.
Sementara itu, warga setempat yang enggan disebutkan namanya menilai aktivitas ini patut menjadi perhatian serius pemerintah daerah dan aparat penegak hukum. “Penggunaan solar bersubsidi itu ada aturannya. Kalau dipakai untuk alat berat atau kendaraan yang tidak memenuhi syarat, apalagi ada indikasi penimbunan, itu jelas melanggar. Pemerintah harus turun langsung mengecek,” tegasnya.
Regulasi ketat mengatur bahwa solar bersubsidi hanya diperuntukkan bagi kendaraan tertentu dan kegiatan yang memenuhi persyaratan resmi. Penyalahgunaan—termasuk penimbunan untuk armada truk atau alat berat—dapat dikenakan sanksi pidana dan administrasi, karena berpotensi mengganggu distribusi bagi masyarakat yang berhak.
Masyarakat berharap Pemerintah Daerah bersama Aparat Penegak Hukum (APH) segera melakukan investigasi lapangan untuk memastikan kepatuhan hukum, mencegah penyalahgunaan BBM bersubsidi, dan menindak tegas jika ditemukan pelanggaran.
Jika dugaan ini terbukti, kasus RI–DI dapat menjadi contoh nyata bagaimana celah pengawasan distribusi BBM bersubsidi dimanfaatkan untuk kepentingan segelintir pihak, sementara publik yang berhak justru dirugikan.