Breaking News Nusantara, Bangkinang— Sengketa tanah bernilai miliaran rupiah terkait proyek strategis nasional Jalan Tol Rengat–Pekanbaru kembali memunculkan fakta mengejutkan. Gugatan perdata yang diajukan oleh Prof. Dr. H. Adrianto Ahmad, MT—seorang dosen PNS asal Pekanbaru yang mengklaim mewakili Gabungan Koperasi Pegawai Negeri (GKPN) Tahap III—dinyatakan gugur oleh Pengadilan Negeri Bangkinang, Rabu, 30 April 2025.
Putusan PN Bangkinang tersebut ibarat sebuah ‘Pukulan KO (Knockout)’ untuk pihak penggugat yang mengklaim sebagai pemilik sah lahan pengadaan tanah. Namun, realitas hukum berkata lain. Hakim menemukan bahwa objek lahan yang disengketakan berada di Desa Tarai Bangun, Kecamatan Tambang, sementara dokumen milik penggugat justru menunjuk lokasi berbeda, yakni di Desa Rimbo Panjang, kabupaten Kampar-Riau.
Salah seorang kelompok Tani yang enggan namanya dipublikasi media menyempaikan rasa syukurnya lewat Media ini,”Kami sangat bersyukur atas pertolongan Allah SWT berkat sahabat semua,”ucap salah seorang Pengurus Kelompok Tani 30 Swadaya Masyrakat Maju Bersama.
“Akhirnya kami menemukan keadaadilan Allah SWT melalui Pengadilan Negeri Bangkinang pada Rabu 30 April 2025,”Sambungnya.
Ia melanjutkan,”Selama ini kami selalu mendapatkan tak wajar dan melukai hati Masyrakat Adat Tambang Tertantang,
Sesungguhnya mereka itulah ‘mafia tanah’ yang selalu menghambat Kelompok Tani Anak Kemanakan Tambang Terantang dalam mengusai tanah kami sendiri,”ucapnya dengan mata berkaca-kaca seperti menahan perih selama ini.
Oleh karena itu, masih kata seorang perwakilan kelompok Tani tersebut,”Dengan adanya keputusan Pengadilan ini, kami berharap agar para oknum PNS, Oknum Aparat Penegak Hukum (APH), oknum Pemdes Rimbo Panjang yang kerap hadir dan terkesan membela para Mafia Tanah tersebut dikala mereka melakukan aksi di lapangan, padahal aksi para Mafia itu tidak berdasar,”Ucap lirih seperti melepaskan amarah yang terpendam selama ini.
Perwakilan Kelompok Tani itu juga menjelaskan,”Bahwa data yang digunakan penggugat tidak memenuhi unsur fisik maupun yuridis sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengadaan Tanah.”Jelasnya.
Majelis hakim menyatakan, klaim sepihak dari pihak GKPN tidak didukung bukti hukum yang sah dan cenderung merupakan penyalahgunaan dokumen. Tanpa dokumen kepemilikan yang valid, gugatan dinilai tidak berdasar dan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
Lebih jauh, kasus ini kembali menyeret isu lama tentang praktik penjualan tanah kavling oleh oknum yang mengatasnamakan koperasi GKPN.
Diketahui, begitu banyak masyarakat dilaporkan telah membeli lahan dari skema tersebut, namun belakangan diketahui bahwa status hukum tanah tersebut tidak jelas dan tidak memiliki alas hak yang sah.
Akibatnya, para pembeli tidak hanya gagal memperoleh ganti rugi pengadaan tanah, tetapi juga terancam kehilangan lahan yang telah mereka beli karena tidak dapat membuktikan kepemilikan secara yuridis.
“Kami harap putusan ini menjadi pembelajaran penting bagi masyarakat agar lebih waspada terhadap transaksi tanah dari pihak yang tidak memiliki legalitas jelas,” ujar seorang dari perwakilan Kelompok Tani 30 Swadaya Masyrakat Maju Bersama usai persidangan.
Putusan ini menjadi preseden penting: bahwa dalam setiap proses pengadaan tanah negara, klaim kepemilikan harus didasarkan pada bukti otentik, bukan sekadar peta kavling atau kwitansi jual beli informal.
Laporan: Gusti Saudara